Sabtu, 27 Mei 2017

✓ Rumah Tangga Rumah ✓

Ahhh ada saja yang harus terjadi dalam hidup ini.
Perasaan sensi ibu ibu hamil memang selalu menggila, dan gila datang di suatu waktu yang tak pernah terkondisikan. Tak pernah bertanya, tak pernah memilah, tak pernah memahami. Hahahaa

Tertawa saja lah seharusnya saya menghadapi semua ini, serta bertanya tanya puluhan ribu kali dalam beberapa jam terakhir. Perlukah ditanyakan? Perlukah dijadikan pembahasan? Perlukah difikirkan? Ataukah biarkan saja lalu berlalu lewat terabaikan?

Ahh usaha saya dalam meniti rasa yang damai masih belum lulus S1, saya masih berkecamuk dengan rasa kecewa yang mendalam karena 1 tindakan impulsif nya pagi ini yang sebenarnya sangatlah positif. Hanya...

Hanya pengabaian nya terhadap suatu hubungan yang kami jalani yang rasanya membuat saya tersakiti, ribuan tanya dalam beberapa jam terakhir ini mencuat begitu saja.
Q: Lalu saya apa? Tidak diajak diskusi untuk masalah tersebut?
A: ahh mungkin dia memang sekalian, mumpung ada waktu. (Saya yg menjawab sendiri untuk menentramkan hati)
Q: Kenapa pilihan nya jatuh pd kredit? Bukankah pd tiap diskusi sudah kami janjikan tidak ada kredit2 dalam bentuk apapun kecuali rumah (itupun karena kepepet dan pilihan akhir). Apa berarti pembicaraan kami dan keinginan saya selama ini diabaikan? Tidak diperhatikan? Atau tidak didengarkan?
A: ahh mungkin itu caranya untuk menabungkan hasil jerih payahnya, biar ga kepake kalo masih disimpen dalam bentuk uang. Tidak lebih, tidak kurang.
Q: namun saya masih saja belum puas.  kenapa saya tidak dilibatkan untuk mendiskusikan pilihan? Apa dia tidak mempercayai saya? Tidak menganggap pemikiran pemikiran saya sebagai sesuatu yg bisa dipertimbangkan? Tidak mempercayai kompetensi yg saya miliki? Ahh jika benar rasanya sakit sekali, bahwa saya dan segala kompetensi yg saya miliki bahkan diabaikan oleh dia. Padahal saya melepaskan ambisi dan menunda cita2 saya demi fokus pada dia dan segala sesuatu untuk anak2 kami.
A: Tidak lah, dia tidak akan memikirkan hal serumit itu. Seperti semua pemikiran saya, saya meyakini.. dia menyayangi saya dan keluarga kami, seperti yang selalu dia ucapkan.
Q: Lalu kenapa tidak ada transparansi ketika dia mendapatkan uang project itu? Jika tidak ditanya mungkin saya tidak akan tau.. bahkan tidak ada jejak dalam semua chat nya tentang pembayaran tersebut, apakah lewat telp? Atau dihapus agar saya tidak tau?
Padahal saya selalu berusaha transparan dengan semua pendapatan yang saya dapatkan, meskipun saya memiliki rek.pribadi saya berusaha memberikan contoh dengan memberikan rekening nya yg saya anggap sebagai rekening rumah tangga jika ada pemasukan yg saya dapatkan dan bisa kami gunakan bersama untuk apapun itu keperluannya. Ahh ternyata dia lebih mempercayai oranglain untuk memilih sesuatu dibanding perempuan yang dinikahi nya?
Ahh atau memang karena awal pernikahan yang kurang tepat maka memang kepercayaan nya pada saya tidak terbentuk dalam sebuah pernikahan? Makin difikirkan makin menusuk rasanya.
A: tidak lah, percaya saja. Dia tidak seperti pikiran buruk yang muncul dalam bayang2 gilamu. (Saya masih saja menekankan dengan kuat semuanya dalam hati!! Dalam hati!)

Makin lama, makin datang ribuan tanya yang menyesakkan dada. Buruk, semakin menusuk.
Lalu muncul lagi kekuatan untuk menguatkan, untuk mengabaikan, untuk menetralisir keGILAan pikiran yang menyerang tanpa permisi.

Namun tetap sakit, tetap butuh penjelasan, bahkan bukan sekedar kalimat untuk "meminta maaf".