I Mean, My Mind,Bahasa Hati..
Minggu, 07 Maret 2021
Rasa yang tak Biasa.
Selasa, 13 Agustus 2019
Selasa, 29 Mei 2018
PS : I Love you
Aku | Kamu
ini tentang kata, yang tak pernah saling bicara tentang bagaimana seharusnya.
ini tentang rasa, yang mungkin tak pernah sama atau bahkan menjadi sekedar seimbang.
ini tentang jalan, yang terlalu gamang untuk kita tinggalkan namun terlalu curam untuk tetap kita tapaki.
ini tentang waktu, yang terus saja kita jalani meski tau bahwa kita tak satu ruang.
ini tentang angin, yang terus berhembus dengan kencang membawa langkah keluar asa.
ini tentang ikrar, yang terus kita pegang tanpa rasa tanpa asa tanpa cita.
ini tentang kamu dan penyesalanmu. juga tentang aku dan rasa bersalahku.
Senin, 05 Juni 2017
Langkah nya, Langkah ku. Tampak Bukan Langkah kita.
Bahkan tujuan kita yang serupa tak jua menemukan jalannya..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ataukah hanya aku yang merasa bahwa tujuan kita serupa ??
Bahwasanya hampir 3 tahun yang kita lewati masih saja meraba-raba tentang keinginan masing2 ??
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ahh rasanya selalu kelu dan menusuk jika mengingat bahwa jalan kita belum juga dalam langkah yang sama.
Dia melangkah sendiri dengan jalannya tanpa menggenggam eratku dalam langkahnya, sedangkan aku tertatih sendiri dengan rasa haus akan ketidak tahuanku serta segala ke awaman yang ku miliki.
Bertahun tahun aku selalu bertanya, apakah memang ini yang sesungguhnya dia cari ketika memilih bersama ku?
Ataukah hanya keterpaksaan dalam sebuah ikatan yang terlanjur kami jalani (kata ini masih terus menyelimuti batinku)?
Atau memang sosok lain itu masih terlalu kuat untuk aku tandingi? (Ahh rasanya aku tidak pantas untuk bertanding dengan siapapun sosok yg ada dalam benaknya..)
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sungguh hanya ingin rasa ini pergi dan menghilang bagai debu yang tak bersisa.
Sabtu, 27 Mei 2017
✓ Rumah Tangga Rumah ✓
Ahhh ada saja yang harus terjadi dalam hidup ini.
Perasaan sensi ibu ibu hamil memang selalu menggila, dan gila datang di suatu waktu yang tak pernah terkondisikan. Tak pernah bertanya, tak pernah memilah, tak pernah memahami. Hahahaa
Tertawa saja lah seharusnya saya menghadapi semua ini, serta bertanya tanya puluhan ribu kali dalam beberapa jam terakhir. Perlukah ditanyakan? Perlukah dijadikan pembahasan? Perlukah difikirkan? Ataukah biarkan saja lalu berlalu lewat terabaikan?
Ahh usaha saya dalam meniti rasa yang damai masih belum lulus S1, saya masih berkecamuk dengan rasa kecewa yang mendalam karena 1 tindakan impulsif nya pagi ini yang sebenarnya sangatlah positif. Hanya...
Hanya pengabaian nya terhadap suatu hubungan yang kami jalani yang rasanya membuat saya tersakiti, ribuan tanya dalam beberapa jam terakhir ini mencuat begitu saja.
Q: Lalu saya apa? Tidak diajak diskusi untuk masalah tersebut?
A: ahh mungkin dia memang sekalian, mumpung ada waktu. (Saya yg menjawab sendiri untuk menentramkan hati)
Q: Kenapa pilihan nya jatuh pd kredit? Bukankah pd tiap diskusi sudah kami janjikan tidak ada kredit2 dalam bentuk apapun kecuali rumah (itupun karena kepepet dan pilihan akhir). Apa berarti pembicaraan kami dan keinginan saya selama ini diabaikan? Tidak diperhatikan? Atau tidak didengarkan?
A: ahh mungkin itu caranya untuk menabungkan hasil jerih payahnya, biar ga kepake kalo masih disimpen dalam bentuk uang. Tidak lebih, tidak kurang.
Q: namun saya masih saja belum puas. kenapa saya tidak dilibatkan untuk mendiskusikan pilihan? Apa dia tidak mempercayai saya? Tidak menganggap pemikiran pemikiran saya sebagai sesuatu yg bisa dipertimbangkan? Tidak mempercayai kompetensi yg saya miliki? Ahh jika benar rasanya sakit sekali, bahwa saya dan segala kompetensi yg saya miliki bahkan diabaikan oleh dia. Padahal saya melepaskan ambisi dan menunda cita2 saya demi fokus pada dia dan segala sesuatu untuk anak2 kami.
A: Tidak lah, dia tidak akan memikirkan hal serumit itu. Seperti semua pemikiran saya, saya meyakini.. dia menyayangi saya dan keluarga kami, seperti yang selalu dia ucapkan.
Q: Lalu kenapa tidak ada transparansi ketika dia mendapatkan uang project itu? Jika tidak ditanya mungkin saya tidak akan tau.. bahkan tidak ada jejak dalam semua chat nya tentang pembayaran tersebut, apakah lewat telp? Atau dihapus agar saya tidak tau?
Padahal saya selalu berusaha transparan dengan semua pendapatan yang saya dapatkan, meskipun saya memiliki rek.pribadi saya berusaha memberikan contoh dengan memberikan rekening nya yg saya anggap sebagai rekening rumah tangga jika ada pemasukan yg saya dapatkan dan bisa kami gunakan bersama untuk apapun itu keperluannya. Ahh ternyata dia lebih mempercayai oranglain untuk memilih sesuatu dibanding perempuan yang dinikahi nya?
Ahh atau memang karena awal pernikahan yang kurang tepat maka memang kepercayaan nya pada saya tidak terbentuk dalam sebuah pernikahan? Makin difikirkan makin menusuk rasanya.
A: tidak lah, percaya saja. Dia tidak seperti pikiran buruk yang muncul dalam bayang2 gilamu. (Saya masih saja menekankan dengan kuat semuanya dalam hati!! Dalam hati!)
Makin lama, makin datang ribuan tanya yang menyesakkan dada. Buruk, semakin menusuk.
Lalu muncul lagi kekuatan untuk menguatkan, untuk mengabaikan, untuk menetralisir keGILAan pikiran yang menyerang tanpa permisi.
Namun tetap sakit, tetap butuh penjelasan, bahkan bukan sekedar kalimat untuk "meminta maaf".
Jumat, 14 April 2017
Rindu
Sabtu, 05 November 2016
Dilema tak Berujung
Malam senyap, ini malam ke empat frustasi begitu melanda hati.
Terlebih bayi mungil sedang menjadi sangat merajuk, tidur lebih dari tengah malam, dan sang ayah tidak bisa disalahkan dg tumpukan pekerjaannya yg menuntut untuk diselesaikan.
Berharap ada keajaiban, berharap masalah demi masalah bisa tersampaikan dg mudahnya demi ketentraman hati.
Namun lelah, mengapa hanya diam n gundah yang menyapu raga? Bahkan dalam sujud hanya tersisa basah yang beralaskan sajadah.
Dilema. Menjadi sarkastik jika didengarkan. Sepenggal kata klise jika diungkapkan.
Bahkan dalam canda sulit untuk mengungkapkan.
Seluruh kebaikan n keikhlasannya membela keluarga, membuat jiwa remuk luluh lantah. Lumer bagai mozarela, meleleh bagai plastik yang terbakar.
Hingga merasa harus merubah haluan, demi membayar keikhlasan sang suami.
Harusnya bahagia yang dirasa dengan beribu-ribu pengertian dan perhatian yang dia berikan, ratusan fasilitas yang disajikan, bimbingan ilmu agama yang tak pernah luput tiap harinya dilakukan, lalu apalagi yang dibutuhkan?Hampir tak ada.
Harusnya aku merasa Bahagia.
Sedihnya tidak, rasa hati kelu. Bertanya-tanya apa yang harus kulakukan?
Jakarta,
05 November 2016